2011/10/10

Nyadran, Gaya Baru Perburuan Candi Di Blitar

Nyadran adalah sebuah kearifan lokal yang hingga kini masih terpelihara dengan baik dikalangan masyarakat pedesaan. Nyadran merupakan aktivitas mendekatkan diri kepada leluhur disuatu tempat, di mana leluhur tersebut dipercaya bersemayam. Aktivitas itu sendiri dapat diejawantahkan menjadi beberapa tujuan, seperti meminta izin, memiliki hajat, atau sekedar untuk mencari ketenangan batin.
Jujur, nyadran yang kami lakukan bukanlah aktivitas seperti yang terdiskripsi di atas. Nyadran yang kami maksud hanyalah istilah untuk gaya baru dalam berburu candi di Blitar. Berburu candi selalu membuka berbagai kemungkinan, dan kini kemungkinan itu mengarah pada beberapa lokasi nyadran di Blitar. Berikut beberapa lokasi nyadran yang diperkirakan memiliki kaitan dengan banguan candi:



Petilasan Pangeran Song Song Buwono

Petilasan Pangeran Song Song Buwono adalah sebuah komplek makam keramat yang berada di lereng Gunung Betet, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Menurut legenda yang berkembang, makam tersebut merupakan tempat persemayaman seorang tokoh pelarian dari Kasunanan Surakarta. Secara umum, makam-makam yang berada di area Petilasan Pangeran Song Song Buwono hanya terlihat seperti tumpukan bata kuno yang disusun secara acak. Bahkan, makam-makam tersebut menggunakan umpak batu berukir sebagai nisannya. Bagaimana bentuk asli dari petilasan ini belum diketahui hingga sekarang, namun jika dilihat dari tinggalan-tinggalan yang ada kemungkinan bentuk aslinya adalah sebuah bangunan kuno.

Situs Makam Maling Aguno (Situs Prambutan)

Makam Maling Aguno adalah sebuah makam kuno yang terletak di Dusun Prambutan, Desa Kawedusan, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. Lokasi makam ini berada di lereng timur Gunung Pegat bagian barat. Makam ini dipercaya berkaitan erat dengan legenda Maling Aguno. Konon, Maling Aguno adalah seorang pencuri yang membagi-bagikan hasil curiannya kepada rakyat tertindas. Terlepas dari tindakannya yang dianggap kurang tepat, tetapi dia dipandang sebagai salah satu tokoh heroik dimata rakyat kecil.
Julukan ”Maling Aguno” merupakan sebuah bukti kuat di mana ia memang dipandang sebagai tokoh heroik. ”Maling Aguno” sama artinya dengan pencuri yang migunani (berguna). Dalam konteks ini, yang dianggap berguna adalah tindakannya dalam membantu rakyat kecil.
Secara umum, makam kuno ini hanyalah tumpukan batu yang disusun secara acak. Batu-batu tersebut ada yang berbentuk balok dengan permukanan yang polos, dan ada juga yang memiliki ukiran. Terlepas dari legenda yang berkembang, mungkin saja tumpukan batu di makam ini adalah komponen sebuah candi. Mengingat selain Candi Penataran, di Gunung Pegat juga pernah ditemukan sisa-sisa bangunan kuno lain seperti Kekunaan Mleri dan Situs Nglempak. Bahkan Kekunaan Mleri yang diperkirakan merupakan sebuah candi, kini kondisinya telah dirubah sehingga menyerupai komplek pemakaman.

Situs Mbah Keling

Situs Mbah Keling merupakan lokasi sadranan bagi warga Dukuh Karang Turi, Desa Jajar, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar. Meski saat ini Situs Mbah Keling berbentuk makam kuno, namun warga setempat percaya bahwa makam tersebut sebenarnya adalah reruntuhan candi. Ciri-ciri tersebut terlihat dari temuan lingga semu beserta batu-batu candi lainnya. Selain itu, situs ini dipercaya memilki tinggalan-tinggalan berupa arca. Sayang sekali arca-arca tersebut telah raib saat terjadinya peristiwa ikonoklastik.
Secara lokasi, Situs Mbah Keling berdekatan dengan Prasati Jajar (Pagiliran/Watu kasur). Diantara keduanya hanya berjarak ±  500 m dan dipisahkan oleh aliran Sungai Mlalo. Meskipun berdekatan, namun belum diketahui apakah Situs Mbah Keling memiliki kaitan sejarah dengan prasati peninggalan Raja Kameswara dari Kerajaan Kadiri tersebut.

Situs Swangsang
Situs Swangsang atau akrab disebut dengan pedahyangan ini berada di TPU Swangsang, Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kodya Blitar. Situs Swangsang terdiri dari beberapa batu bata kuno, batu candi, perapih dan umpak.
Berdasarkan keterangan narasumber yang kami temui, selain fragmen-faragmen yang kami sebutkan tadi, di lokasi Situs Swangsang ini juga terdapat beberapa arca. Namun arca-arca tersebut raib saat terjadinya peristiwa ikonoklastik.
Awalnya fragmen yang tersisa dari peninggalan yang dipercaya berasal dari era Majapahit ini disusun dan membentuk sebuah makam kuno. Kini makam tersebut telah dirapikan beserta batu bata kuno penyusunnya.
Berdasarkan legenda yang berkembang, situs ini berkaitan dengan keberadaan Situs Gedog. Senada dengan keberadaan Situs Gedog, keberadaan Situs Swangsang ini juga merupakan sebuah pengingat bahwa penduduk Bendogerit tidak diperkenankan menikah dengan penduduk Gedog

Sumbernya : https://travellers2009.wordpress.com
 

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda